Konsumen Kita Beragama
Thursday, 02 August 2007
Promag adalah merek obat maag yang mempunyai tingkat awareness tinggi dan juga memiliki penguasaan pangsa pasar yang besar. Hampir semua orang di Indonesia yang mempunyai gangguan terhadap maag mengenal obat ini. Walau mendapat serangan gencar dari merek lain seperti Mylanta dan Waisan, pangsa pasarnya masih tetap di atas 50 %. Apa yang membuat obat ini sukses?
Sederet kemungkinan atau hipotesa yang mendasari kesuksesan obat ini dapat kita tulis. Mungkin karena obat ini memang manjur. Mungkin karena obat ini tersedia di mana-mana. Penyakit maag dapat kambuh setiap saat dan dimana saja sehingga penderita perlu obat maag yang mudah diperoleh. Mungkin juga karena iklannya yang efektif. Pemilihan Dedy Miswar sebagai bintang iklan terlihat pas dan mampu memperkuat posisi merek ini dalam benak konsumennya.
Mungkin juga karena warna kemasan dan warna obatnya adalah hijau! Mengapa warna hijau dimasukkan sebagai salah satu kemungkinan key success factor? Warna hijau itu dekat dengan mereka yang memeluk agama Islam. Terlebih, obat maag memang banyak dikonsumsi saat bulan-bulan puasa. Tak heran, Promag mampu merebut simpati karena mempunyai atribut yang konsisten dengan “belief” dari mayoritas konsumennya. Tentunya akan menarik bila dapat diketahui besarnya kontribusi warna kemasan hijau terhadap kesuksesan Promag.
Salami adalah merek mie cepat saji yang juga mempunyai elemen asosiasi yang berhubungan dengan agama konsumennya. Walau belum menjadi pesaing yang kuat untuk Indomie, ekuitas dan pangsa pasar dari merek ini cukup lumayan. Urusan makanan dan minuman, memang cukup lekat dengan agama dan kepercayan. Adanya larangan untuk mengkonsumsi makanan tertentu, membuat konsumen yang taat dalam agamanya akan memberikan perhatian dan perilakunya baik perilaku dalam mencari informasi maupun perilaku dalam melakukan evaluasi merek. Akhirnya, akan berpengaruh terhadap perilaku pembelian.
Bank Muamalat yang juga mempunyai elemen positioning berhubungan dengan agama, adalah bank yang cukup berhasil membangun mereknya. Bank ini mempunyai tingkat awareness yang cukup tinggi walaupun biaya komunikasinya tidak besar. Asosiasi yang dikomunikasikan relatif unik dan akhirnya mampu merebut pelanggan yang loyal. Hasil survei dari Frontier beberapa bulan yang lalu, menempatkan bank ini sebagai salah satu bank yang mempunyai tingkat kepuasan nasabah yang tinggi.
Ada produk yang sukses dalam memasukkan unsur agama dan ada yang tidak sukses. Pasta gigi Siwak misalnya, salah satu produk yang sampai hari ini terlihat kurang berhasil dalam meyakinkan calon konsumennya. Konsumen percaya bahwa semua pasta gigi adalah halal kandungannya dan konsumen juga secara emosional tidak melibatkan agama dan kepercayaan saat menggunakan.
Studi Agama dalam Marketing
Sebagai konsultan pemasaran, saya sudah lama tertarik untuk melihat pengaruh agama terhadap perilaku konsumen. Banyak pertanyan yang terlintas dalam benak saya sehubungan dengan hal ini dan mendorong saya untuk memikirkan alternatif jawaban-jawabannya.
Fuji Film adalah merek film berwarna yang mempunyai posisi yang kuat di pasaran. Apakah warna filmya yang hijau memberikan kontribusi terhadap kesuksesannya? Apakah konsumen lebih empati terhadap film ini dibandingkan dengan Kodak yang berwarna kuning atau Konica yang berwarna biru? Bila melihat kenyataan bahwa konsumen tidak melibatkan emosi yang berhubungan dengan agama dalam perilaku pembelian film berwarna, saya yakin bahwa kontribusi warna hijau relatif tidak signifikan untuk produk ini.
Apakah hanya konsumen yang beragama Islam saja yang cocok menjadi target produk yang berasosiasi dengan agama? Bagaimana dengan Kristen atau Katholik? Apakah benar-benar terdapat perbedaan sikap dan perilaku antara mereka yang taat beragama dan mereka yang tidak taat?
Sandi Barata, mahasiswa program MM-UI yang saya bimbing karya akhirnya, rupanya juga tertarik melakukan studi mengenai hal ini. Bekerja sama dengan Frontier, perusahaan riset yang saya pimpin, kami melakukan survei terhadap konsumen golongan menengah atas yang beragama Islam, Kristen dan Katholik untuk melihat pengaruh agama terhadap sikap dan perilaku konsumen.
Survei ini menghasilkan tiga kesimpulan pokok. Pertama, konsumen yang beragama Islam memang paling sensitif dibandingkan konsumen yang beragama Kristen atau Katholik dalam hal attitude dan perilaku konsumsi. Implikasinya, produk-produk yang diasosikan dengan mereka yang beragama Kristen tidak akan sesukses produk yang diasosikan untuk kaum muslim.
Kedua, konsumen lebih melibatkan faktor emosi yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan terhadap pembelian produk-produk “low involvement” dibandingkan dengan produk-produk “high involvement”. Oleh karena, itu, produk-produk seperti makanan-minuman atau obat-obatan, lebih berpotensi untuk di-asosiasikan dengan agama konsumen yang menjadi target pasarnya dibandingkan dengan produk-produk seperi elektronik.
Ketiga, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal sikap dan perilaku pembelian antara mereka yang taat beragaman dan mereka yang tidak taat. Kesimpulan ketiga ini terlihat kontradiktif. Tetapi bila benar, artinya, agama mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen dari luar dan bukan hasil pergulatan dari dalam. Konkritnya, karena saya beragama X, maka saya perlu menunjukkan kepada orang luar mengenai agama saya, melalui perilaku pembelian dan konsumsi terlepas apakah saya orang yang taat atau tidak.

Articles Category
- Top Brand
- Branding
- Customer Satisfaction
- Customer
- The Uniqueness of Indonesian Consumer
- Uncategorized
- Digital Marketing
- CRM
Email Subscriptions
Popular Articles
Karakter dan Perilaku Khas Konsumen Indonesia
Tuesday, 29 May 2007 - The Uniqueness of Indonesian Consumer
Customer Value
Wednesday, 26 Mar 2008 - Uncategorized
Integrated Marketing Communication
Tuesday, 28 Oct 2008 - Uncategorized
Buatan Luar Negeri dong
Monday, 04 Jun 2007 - The Uniqueness of Indonesian Consumer
Baidu Vs Google
Monday, 03 Oct 2011 - Uncategorized